Senin, 31 Januari 2011

namanya juga usaha

Seorang ibu berumur 66 tahun menghampiriku yang sedang menunggu klien di pelataran Lobi WTC Mangga Dua siang itu. Mengawali pembicaraan dengan bercerita bahwa ia datang ke daerah Kota untuk bertemu saudaranya yang berjanji akan membantu mengurus operasi katarak yang dideritanya, dan ternyata tanpa kabar saudaranya itu telah pindah tempat tinggal. Iaibu ini juga menurut pengakuannya mengalami sakit jantung (selama berbicara seringkali menarik nafas panjang dan mengatur nafas lebih dahulu).Singkat cerita, ibu ini minta bantuan kepadaku untuk mengongkosinya naik kereta pulang ke daerah Banten, dia juga mengaku bahwa dari pagi masih belum makan. Aku mengajaknya makan (karena aku lebih suka memberi bantuan secara langsung berupa makanan daripada memberi uang yang entah akan dipergunakan untuk apa juga), tetapi dia menolak dan minta mentahnya saja. Akhirnya aku memberinya ongkos yang sudah kuperkirakan lebih daripada hanya sekedar membeli tiket kereta api.Cerita belum berakhir, ibu ini masih saja duduk, dan mengutarakan niatnya mencari obat untuk sakit jantungnya di daerah dekat Ancol, akhirnya aku mengantarnya naik Angkot. Sembari menanti angkot, dia bertanya mengenai keluarga dan pekerjaan aku. Begitu dia mendengar pengacara (kadang aku memang lebih suka mengaku pengacara, karena profesi pengacara lebih dikenal oleh orang awam, daripada ribet jelasin soal kerja Notaris) reaksinya langsung: “wah banyak duitnya donk, tambahin lagi donk”, reaksiku dalam hati: “Maksoed Loe??” Haa... begitulah manusia, entah serakah atau usaha. Aku hanya tersenyum dan menjawab: Itu saja (uang yang tadi kukasih) sudah cukup koq. Tidak lama kemudian, angkot datang dan ibu ini pun berangkat. Mencari usaha yang lain mungkin.