Uraian di atas menggambarkan bagaimana seharusnya kita membangun kehidupan doa kita, bagaimana doa-doa kita menjadi benteng untuk melawan panah api si jahat, bagaimana doa-doa kita menjadi kubu pertahanan dari gempuran dunia dan kuasa-kuasa jahat dan bagaimana doa-doa kita menjadi pelindung bagi seisi kota yang kita jaga. Benteng doa kita harusnya dibangun dengan iman yang benar, yang taat dan yang setia sebagai batu-batu dasarnya dan dengan pertobatan dan silih sebagai perekat yang kuat. Benteng doa harus dibangun dengan tinggi dan kokoh yang berarti pembangunan benteng harus dilakukan terus menerus (berdoa terus menerus tanpa jemu-jemu) tanpa lupa memperbaiki bagian-bagian yang rusak (pembenahan kehidupan doa) karena tanpa fondasi yang kuat, benteng doa dapat runtuh rata dengan tanah sewaktu-waktu.
Menara doa juga perlu dibangun untuk membantu kita memantau serangan lawan (kepekaan dalam hidup doa) sehingga kita semakin dimudahkan dalam mengetahui siapa yang menjadi lawan kita dan senjata serta jenis serangan seperti apa yang digunakan untuk menggempur benteng pertahanan kita. Dengan demikian kita semakin dimudahkan untuk mematahkan serangan lawan.
Dari filosofi membangun benteng kita belajar untuk berjaga-jaga dan waspada (mungkin saja musuh sebenarnya sudah hendak menyerang, namun hal itu tidak jadi dilakukan karena melihat benteng kita yang kokoh berdiri), lebih baik kita berprinsip membangun benteng tapi akhirnya tidak terpakai (tidak diserang musuh) daripada kita lengah dan kemudian musuh menyerang tanpa kita bertahan dengan benteng sehingga musuh masuk dan memporak porandakan semua yang ada.